Selasa, 22 Januari 2013

UJI PUBLIK KURIKULUM 2013 WAWANCARA DENGAN KEMENDIKBUD



Tempat : Ruang kerja Mendikbud, Gedung A Kompleks Kemdikbud Senayan Jakarta
Hari : Rabu, 5 Desember 2012


Pertanyaan : Bagaimana pengembangan Kurikulum 2013 ini?
 
Mendikbud : Pengembangan kurikulum ini sudah ada dalam Rencana 
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. 
Artinya apa? Kalau ada suatu dokumen RPJMN 2010-2014, ini artinya 
disusun tahun 2009, berarti 2009 sudah dievaluasi, 2010-2014 
harus ada penataan kurikulum. Ini perintah RPJMN.Dari sisi arah, 
sangat-sangat jelas. Arahnya adalah peningkatan kompetensi yang 
seimbang antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). 
Tiga ini harus dimiliki. Yang dirisaukan  orang bahwa anak-anak kita hanya 
memiliki kognitif saja, ini yang kita jawab. Kompetensi nantinya bukan 
urusan kognitif saja namun ada sikap, dan ketrampilan. Kompetensi ini 
didukung 4 pilar yaitu : produktif, kreatif,  inovatif, dan afektif. Meskipun 
inovatif ini gabungan sifat produktif dan kreatif, namun kita taruh berdiri sendiri saja. 
Kalau seseorang produktif dan kreatif, tidak serta merta menjadi inovatif, 
tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk kalau ada dua hal tersebut. 
Kalau ada beras ada ikan belum tentu otomatis bisa dimakan,tapi kalau 
tidak ada beras tidak ada ikan otomatis tidak ada yang bisa dimakan. 
Syaratnya ada beras, ada ikan. Tentang afektif ini, kita ini rindu dengan 
kekuatan-kekuatan moralitas, sentuhan seni. Tentu saja dibingkai 
dengan ke-Indonesia-an. Ini sesuatu yang baru, uji publik kurikulum. 
Sebelumnya tidak pernah ada uji publik. Jadi ini kita lempar ke publik. 
Tujuannya apa? pertama supaya publik tahu akan ada kurikulum baru, kedua 
publik dapat berpartisipasi sehingga ada rasa memiliki atauself-belonging
Dalam partisipasi ini siapa saja boleh memberi pandangan. 
Oleh karena itu paling gampang kita masukkan dalam web 
kita http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Apakah yang disentuh cuma mata pelajaran? Tentu saja tidak. 
Kalau kita bicara kurikulum, kita harus bicara 4 hal, yaitu standar 
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. 
Proses ini berarti metodologi, atau pendekatan. Itu kurikulum 
keempat-empatnya, mata pelajaran hanya satu aspek saja, termasuk buku cuma 
satu aspek saja. Yang pertama kita garap dalam penyusunan 
kurikulum adalah kompentensi apa yang akan kita capai. Anak kelas I SD 
diharapkan bisa apa, kelas V bisa apa, itu yang pertama ditentukan. Untuk ke situ apa 
yang harus dilakukan? Setelah kompetensi ditentukan, prosesnya harus ditentukan. 
Setelah itu cara evaluasinya harus ada, apakah sudah tercapai atau belum. 
Jadi perlu standar penilaian. Jadi mata pelajaran itu sesuatu yang kecil saja, 
suatu akibat saja. Apa bedanya kurikulum yang dulu dengan yang sekarang? 
Kurikulum yang lama  pun ada standar kompetensi, ada isinya, proses, 
dan penilaian. Dari situ kita review semua, sejak 2011 sudah kita review
Ketika ramai-ramainya PPKN, kita pelajari semua. Pendekatannya kita ubah. 
Kalau dulu mata pelajaran dulu ditetapkan, baru kompetensinya, sekarang 
kita ubah, kompetensinya dulu ditetapkan, baru menyusul mata pelajarannya. 
Pendekatannya adalah scientific-approach, atau pendekatan ilmiah.
 
Pertanyaan : Mengapa kurikulum harus berubah?
 
Mendikbud : Yang paling mendasar, adik-adik kita didik ini untuk apa? Yang paling 
utama kan untuk mereka sendiri, yang nantinya akan kembali untuk keluarga,  
bangsa, dan negara. Kapan itu? kalau anak sekolah sekarang, itu bukan untuk 
sekarang. Agar mereka bisa hidup untuk nanti. Jaman itu nanti berubah, jadi harus 
dimulai dari sekarang. Kalau kita tidak berubah kita akan menghasilkan generasi 
yang usang. Generasi yang akan menjadi beban, dan juga tidak terserap di dunia kerja.
 
Pertanyaan : Bagaimana tentang anggapan ganti menteri ganti kurikulum?
 
Mendikbud : Saya dihadapkan pada 2 pilihan: Apakah mempertahankan tidak usah 
 ganti kurikulum biar ga dibilang ganti menteri ganti kurikulum, atau kedua tidak 
 apa-apa ganti kurikulum asal ada landasan. Saya memilih yang kedua, 
ganti kurikulum nggak apa-apa asal punya pijakan. Kalau ini dilakukan, 
saya yakin kurikulum ini tidak akan berubah dalam 4 atau 5 tahun. 
Kembali ke 4 pilar di atas, penelitian menunjukkan bahwa kreativitas 
bisa dibangun melalui pendidikan. Penelitian ini masih relatif baru, tahun 2011. 
 Penelitian ini menunjukkan 2/3 kreatifitas diperoleh melalui pendidikan, 
 sedangkan 1/3 karena genetik. Bagaimana menumbuhkan kreatifitas? 
Anak-anak kita ajari mengamati. Manfaatkan indrawi untuk melihat fenomena. 
Tidak hanya mengamati, tetapi kita dorong untuk bertanya. Tidak hanya bertanya, 
tetapi harus sampai ke menalar. Dan nanti sampai ke mencoba, sampai ke eksperimen. 
Makanya prosesnya kita ubah. Karena prosesnya berubah, makanya jam pelajarannya bertambah.
Obyek pembelajarannya adalah fenomena alam, fenomena sosial, fenomena budaya. 
Belajar apa saja, obyeknya pasti tiga hal tersebut. Pendekatannya kita gunakan 
tematik-integratif. Anak-anak kecil itu kan belum bisa berfikir spesialis. 
Karena spesialis itu memerlukan basic yang kuat, makanya dari awal anak-anak
kita ajari berfikir utuh. Generik, tapi generik-nya kita perkuat. 
Tidak pelajaran-pelajaran satu-satu. Tidak boleh anak-anak kecil itu kita ajari spesialis.



Pertanyaan : Bagaimana tentang uji publik kurikulum 2013 ini?
 
Mendikbud : Ini sesuatu yang baru, uji publik kurikulum. Sebelumnya tidak 
 pernah ada uji publik. Jadi ini kita lempar ke publik. Tujuannya apa? 
pertama supaya publik tahu akan ada kurikulum baru, 
kedua publik dapat berpartisipasi sehingga ada rasa memiliki atau 
self-belonging. Dalam partisipasi ini siapa saja boleh memberi pandangan. 
Oleh karena itu paling gampang kita masukkan dalam web 
kita http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Uji publik jalan terus ini. Secara umum tidak ada itu yang menolak. 
 Rata-rata menyambut baik. Tujuan uji publik itu kan untuk penyempurnaan. 
 Makanya bahannya kita upload, supaya publik mempelajari terlebih dahulu. 
Kalau ada yang komentar mata pelajaran kita kurang fokus, coba pelajari dahulu.
Waktu uji publik yang 3 minggu ini cukup. Tentang memilah masukan, itu teknis sekali. 
Akan dikelompokkan tentang kurikulum dan tentang implementasi kurikulum. 
Tentang kurikulum itu sendiri kan terdiri dari kompetensi lulusan, isi, proses, 
dan penilaian. Kira-kira dari 4 itu mana yang perlu ditambahkan. 
 Dari masukan yang banyak tersebut, oleh tim pakar akan di-review
 Tentu saja tidak semua masukan kita terima, kalau semua masukan kita 
terima itu berarti nggak mikir.
 
Pertanyaan : Bagaimana tentang kesiapan guru?
 
Mendikbud : Ujung tombaknya guru? Benar. Bagaimana jika guru belum siap? Kita siapkan! 
Dalam manajemen Pareto, itu kan ada prioritas, mencari mana lebih prioritas. 
Makanya kita prioritaskan mana yang penting terlebih dahulu. Implementasinya, 
kita siapkan skenario pentahapan. Tahapnya bisa kelas 1 SD, 4 SD, kelas 7, kelas 10 
terlebih dahulu. Kalau itu kita lakukan, guru yang harus dilatih tidak sejumlah total 
guru, yang 3 juta. Misal guru SD saja 1,6 juta, yang kita latih sepertiga dari 1,6 
juta itu, dikurangi guru agama, guru Pendidikan Jasmani, jadi cuma 
sekitar 300 ribu, itu masuk akal. Kita setiap tahun mengadakan sertifikasi sekitar 300 ribu.
 
Pertanyaan : Apakah bukunya berubah?
 
Mendikbud : Konsekuensi bukunya berubah. Apa tidak boleh mengadakan buku? 
Ya tentu harus! Asalnya yang penting: 1. Jangan dibebankan kepasa siswa atau 
 orang tua siswa; 2. Di dalam pelaksanaannya pengadaan buku harus bisa 
 dipertanggungjawabkan, transparan saja. Buku masternya kita siapkan, 
jadi bisa diuji isinya benar atau salah. Kemudian kita tender-kan, terbuka. 
Dan siapapun bisa mengawasi. Dananya bisa dari dana alokasi khusus 
(DAK), yang memang tiap tahun ada DAK pengadaan buku. 
Dan juga dari anggaran kita sendiri. Estimasinya kita belum tahu. 
Berapapun anggarannya, mau 100 milyar 100 trilyun, asal bisa 
 dipertanggungjawabkan tidak masalah.
 
Pertanyaan : Seperti apa pengajaran tematik-integratif?
 
Mendikbud : Misalnya guru menetapkan tema pelajaran hari tentang gunung, 
 tentang diriku, tentang lingkunganku. Tema itu bisa berhari-hari diajarkan. 
 Dalam tema itu ada Bahasa Indonesia, ada Matematika diintegrasikan. 
Contoh temanya sungai. Guru menceritakan tentang sungai dengan 
Bahasa Indonesia, diperkenalkan kosa kata tentang sungai, air, dan lain-lain. 
Kemudian ditanyakan, air di sungai itu mengalir atau tidak? kenapa? 
Di situ diperkenalkan ilmu pengetahuan alam. Bisa juga dikaitkan dengan 
budaya, bahwa di Bali dikenal ada Subak, tentang budaya pembagian air. 
Air bisa digunakan untuk pembangkit listrik. Jadi pembelajaran itu bisa hidup.
 
Pertanyaan : Bagaimana tentang blue-print kurikulum jangka panjang?
 
Mendikbud : Apakah kita bisa membuat kurikulum yang tidak berubah 50 tahun? 
 Tidak ada ceritanya. Tidak ada ceritanya kurikulum yang 50 tahun tidak 
 berubah, bahkan yang 20 tahun tidak berubah itu tidak ada.
Jaman itu berubah. Apa perubahan mendasar yang dibutuhkan di masa depan? 
 Yang paling dibutuhkan di masa mendatang (termasuk sekarang juga dibutuhkan) 
 yaitu kreatifitas. Ke depan kita butuh anak-anak 
yang kreatif.

Minggu, 20 Januari 2013

STATUS PENGIRIMAN DATA DAPODIK


Penjelasan Status File Pengiriman Data Dapodik

  1. Belum terkirim : sudah jelas.
  2. Diterima via web : ini hanya bisa dilakukan oleh dinas kabkota. Jadi file sekolah diunggahkan/diuploadkan oleh dinas kabkota melalui manajemen pendataan.
  3. Diterima via aplikasi : Tahapan pertama, yang mengirimkan langsung dari sekolah yang bersangkutan dan data yang di upload/unggah sudah berhasil di simpan di server. Namun data2nya belum dimasukan ke database oleh server. Jadi belum bisa melihat data yg bapak inputkan.
  4. Cek Konversi : Tahapan kedua, data sudah di cek oleh server apakah data ini menggunakan database versi lama atau database versi baru. Nanti server yang akan memilah2nya
  5. Berhasil di proses : Tahapan ketiga, data yang telah diinput SEMUANYA sudah berhasil diproses. (Dipastikan ini datanya sangat bagus)
  6. Behasil di proses dgn Pengecualian : data yang telah di input TIDAK SEMUANYA berhasil di proses oleh server. Ini kemungkinan akibat : masih menggunakan aplikasi lama, terkena validasi dari segi server, dll. Namun jika jumlah peserta didik, ptk, rombel, sarpras, dll sudah sama TIDAK masalah.
  7. Sekolah terkena cleansing : data sekolah yang telah dikirim masuk ke dalam data sekolah yang terkena cleansing. Mohon langsung menghubungi tim teknis atau CS kami. Jika dibiarkan kemungkinan data tidak diterima karena akan dihapus oleh server.
  8. Sqlite error : ini biasanya saat upload, data tidak terkirim dengan sempurna. Atau biasanya disebut data corrupted.. Jadi langsung saja kirim ulang data lagi. Semoga dapat dimengerti,

Selasa, 08 Januari 2013

ILMU & TEKNOLOGI MARITIM

Ilmu & Teknologi Maritim untuk Khilafah PDF Print E-mail
Thursday, 11 October 2012 17:01
Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar
Seperti apa ilmu dan teknologi maritim kalau dunia Islam bersatu dalam Negara Khilafah?
Allah mengaruniai umat Islam dengan negeri yang sangat luas, terbentang dari tepi Samudera Atlantik dengan tepi Samudera Pasifik.  Di dalamnya ada padang pasir, pegunungan bersalju, tetapi juga hutan tropis dan pulau-pulau yang berserak laksana zamrud katulistiwa, dan semuanya di jalur strategis perdagangan dunia.
Dua negeri dengan pulau terbanyak di dunia adalah Indonesia dan Filipina.  Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.  Filipina sebelum didatangi bangsa Barat adalah juga sebuah kesultanan Islam.  Karena itu sangat relevan bila kita bertanya-tanya, seperti apa dulu ilmu dan teknologi maritim negara Khilafah, dan seperti apa nantinya bila Khilafah berhasil tegak kembali.
Adalah Umar bin Khattab yang pertama kali membangun armada angkatan laut Muslim untuk menghadapi Romawi.  Romawi memiliki jajahan-jajahan di seberang lautan seperti Afrika Utara dan Timur Tengah.  Mencapai negeri-negeri itu lewat darat sangat tidak efisien.  Karena itu, untuk mematahkan Romawi, kaum Muslim harus membangun angkatan laut.  Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol dengan armada laut, walaupun dia lalu membakar semua kapalnya agar pasukannya berketetapan hati terus berjihad.
Suatu angkatan laut terbangun dari beberapa bagian.  Ada pelaut yang mengoperasikan kapal.  Ada marinir yang akan diturunkan dari kapal untuk masuk ke daratan dan bertempur menaklukkan sebuah wilayah.  Ada navigator yang memberi orientasi di mana posisi kapal berada dan ke mana mereka harus menuju.  Ada petugas isyarat yang melakukan komunikasi ke segala pihak yang dianggap perlu baik di laut maupun di darat.  Ada teknisi mekanik yang menjaga agar kapal tetap berfungsi.  Ada bagian logistik yang menjamin bahwa kapal tetap memiliki kemampuan dayung atau layar yang cukup.  Kalau sekarang berarti pasokan bahan bakar, makanan dan air tawar.  Dan ada bagian administrasi yang menjaga agar seluruh perbekalan di laut tertata dan digunakan optimal.  Seluruh hal di atas telah dan tetap dipelajari di semua akademi angkatan laut dari zaman Romawi hingga kini.
Ketika angkatan laut Muslim pertama dibangun, modal pertamanya jelas keimanan.  Mereka termotivasi oleh berbagai seruan Alquran ataupun hadits Rasulullah, bahwa kaum Muslim adalah umat yang terbaik dan bahwa sebaik-baik pasukan adalah yang masuk Konstantinopel atau Roma.  Motivasi mabda’i ini yang menjaga semangat mereka mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang dibutuhkan.  Maka sebagian kaum Muslim pergi ke Mesir untuk belajar astronomi.  Mereka mengkaji kitab Almagest karangan Ptolomeus agar dapat mengetahui posisi lintang bujur suatu tempat hanya dengan membaca jam dan mengukur sudut tinggi matahari, bulan atau bintang.  Ada juga yang pergi ke Cina untuk belajar membuat kompas.  Sebagian lagi mempelajari buku-buku Euclides sang geografer Yunani untuk dapat menggambar peta.  Jadilah mereka orang-orang yang dapat menentukan posisi dan arah di lautan.
Kemudian pembuatan kapal menjadi industri besar di negeri-negeri Islam, baik dalam konstruksi kapal dagang maupun kapal perang.  Selain galangan kapal utama, terdapat galangan-galangan pribadi di pinggir sungai-sungai besar dan di sepanjang pantai di daerah Teluk dan Laut Merah.  Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik yang kecil hingga kapal dagang besar dengan kapasitas lebih dari 1.000 ton dan kapal perang yang mampu menampung 1.500 orang.  Menulis pada abad-4 H (abad 10M), al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad sesudahnya.  Dan sumber-sumber Cina menunjukkan bahwa kapal yang dipakai Cheng-Ho, seorang laksamana Muslim abad 15 sudah jauh lebih besar daripada yang dipakai Columbus menemukan benua Amerika.

Perbandingan kapal Cheng-Ho – laksamana Muslim di China, dengan kapal Colombus.
Semua kapal Muslim mencerminkan karakteristik tertentu.  Kapal dagang biasanya berupa kapal layar dengan rentangan yang lebar relatif terhadap anjangnya untuk memberi ruang penyimpanan (cargo) yang lapang.  Kapal perang agak lebih ramping dan menggunakan dayung atau layar, tergantung fungsinya.  Semua kapal dan perahu itu dibangun dengan bentuk papan luar rata (carvel-built), yaitu kayu-kayu diikatkan satu sama lain pada sisi-sisinya, tidak saling menindih sebagaimana lazimnya kapal dengan bangun berkampuh (clinker-built) di Eropa Utara.  Kemudian kayu-kayu itu didempul dengan aspal atau ter.  Tali untuk menambatkan kapal dan tali jangkar terbuat dari bahan rami, sedangkan salah satu pembeda dari kapal-kapal Muslim adalah layar lateen yang dipasangkan pada sebuah tiang berat dan digantung dengan membentuk sudut terhadap tiang kapal.  Layar lateen tidak mudah ditangani, tetapi jika telah dikuasai dengan baik, layar ini memungkinkan kapal berlayar lebih lincah daripada layar persegi.  Dengan demikian kapal Muslim tidak terlalu banyak mensyaratkan rute memutar saat menghindari karang atau badai, sehingga total perjalanan lebih singkat.
Begitu banyaknya kapal perang yang dibangun kaum Muslim di Laut Tengah, sehingga kata Arab untuk galangan kapal, dar al-sina’a, menjadi kosa kata bahasa Eropa, arsenal.  Perhatian para penguasa Muslim atas teknologi kelautan juga sangat tinggi.  Sebagai contoh, Sultan Salahuddin al Ayubi (1170 M) membuat elemen-elemen kapal di galangan kapal Mesir, lalu membawanya dengan onta ke pantai Syria untuk dirakit.  Dermaga perakitan kapal ini terus beroperasi untuk memasok kapal-kapal dalam pertempuran melawan pasukan Salib.  Sultan Muhammad al-Fatih menggunakan kapal yang diluncurkan melalui bukit saat menaklukkan Konstantinopel.

Peta rute expedisi geografi Ibnu Battutah dalam mengumpulkan informasi dunia
Teknologi ini ditunjang ilmu bumi dari para geografer dan penjelajah.  Geografer terkenal seperti Al-Idrisi, Al-Biruni dan Ibnu Batutah menyediakan peta-peta yang lengkap dengan deskripsi geografis hasil ekspedisi yang beraneka ragam.  Mereka juga menyediakan pengetahuan baik yang bersifat fisik seperti meteorologi dan oseanografi, maupun yang sosial seperti etnologi, yang sangat berguna untuk berkomunikasi dengan suku-suku asing yang tersebar di berbagai pulau terpencil.  Para arsitek seperti Mimar Sinan membangun mercu-mercu suar yang lebih kokoh, dan Banu Musa menyediakan lampu-lampu suar yang tahan angin, sehingga secara keseluruhan dunia pelayaran di negeri Islam menjadi lebih aman.
Di sisi lain, para pujangga menulis kisah-kisah para pelaut dengan menawan, seperti hikayat Sinbad yang populer di masyarakat.  Di luar sisi-sisi magis yang sesungguhnya hanya bumbu cerita, kisah itu mampu menggambarkan kehidupan pelaut secara nyatal sehingga menarik jutaan pemuda untuk terjun ke dalam berbagai profesi maritim.
Tanpa ilmu dan teknologi kelautan yang handal, mustahil daulah Islam yang sangat luas itu mampu terhubungkan secara efektif, mampu berbagi sumber dayanya secara adil, dan terus memperluas cakupan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, termasuk hingga ke Nusantara.  Dengan teknologi kelautan, negara Khilafah mampu bertahan beberapa abad sebagai negara adidaya.

MATEMATIKA RAMAH KELUARGA

Matematika Ramah Keluarga PDF Print E-mail
Monday, 19 November 2012 03:59
Ilustrasi adu cepat berhitung antara kaum Abacist (yang menggunakan abakus) vs Algoritmiker (pengikut metode al-Khawarizmi), dan dimenangkan oleh kaum Algoritmiker.
Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar
Setelah baca tulis, tingkat kecerdasan seseorang diukur dengan matematika. Ini berlaku juga untuk skala keluarga maupun skala bangsa.  Berapa kira-kira skala matematika keluarga Anda?  Apakah Anda puas dengan matematika yang pernah diperoleh di bangku sekolah?  Apakah matematika yang Anda lihat sudah “ramah keluarga”, sehingga Anda merasakan gunanya di kehidupan sehari-hari, dan anak-anak Anda bersemangat mempelajarinya?
Islam tidak hanya mengangkat peradaban di tingkat elite, tetapi juga untuk tingkat rumah tangga rakyat jelata.  Seperti membaca dan menulis, matematika juga di bawah Islam menjadi ilmu yang dikuasai nyaris oleh semua anak-anak yang menuntut ilmu, di mana akses sekolah telah dibuka selebar-lebarnya.
Namun salah seorang matematikawan yang paling berjasa menjadikan matematika “ramah keluarga” ini adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780 – 850 M).
Masa remaja Al-Khawarizmi di Khurasan (Iran) tidak banyak diketahui.  Yang jelas dia kemudian berkarier sebagai matematikawan di Baitul Hikmah (Akademi Ilmu Pengetahuan) di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah al-Mansur yang berkuasa dari 754 – 775 M.  Semua orang tahu bahwa al-Makmun adalah politisi yang sangat antusias dengan logika dan matematika.  Dan al-Makmun tidak salah.  Al-Khawarizmi membuktikan diri sebagai orang pertama yang berhasil “mengawinkan” geometri Yunani dengan arimetika India, baik di kecanggihannya sehingga mampu memecahkan berbagai persoalan rumit, maupun di kesederhanaan bahasanya, sehingga dapat dipelajari oleh anak sekolah dasar.
Karya Al-Khawarizmi yang mengubah sejarah matematika sehingga dapat diterapkan di setiap rumah tangga, bukanlah karyanya canggih secara ilmiah, melainkan dua buah buku yang isinya terhitung ringan, meskipun yang satu memiliki judul yang menggetarkan: “Kitab Aljabar wa al-Muqobalah”, sedang satunya lagi sebuah buku tentang teknik berhitung dengan angka India, tentang bagaimana menjumlah, mengurangi, mengalikan dan membagi.  Pada abad-12 buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin dan tersebar di Eropa.  Lambat laun, teknik berhitung ala al-Khawarizmi disebut algorizmus, atau algoritma.
Algoritma akhirnya menggusur cara berhitung Yunani dengan abakus (seperti sempoa).  Abakus memang lebih cepat untuk menghitung angka-angka besar, namun hanya terbatas untuk operasi aritmetika sederhana (misalnya menjumlah harga dagangan).  Pada hitungan yang kompleks (seperti menghitung pembagian waris atau menghitung titik berat kapal), algoritma jauh lebih praktis, cepat dan akurat.
Anehnya bangsa Eropa sendiri kemudian sempat lupa asal-usul kata algoritma.  Ada yang menyangka algoritma berasal dari kata “alleos” (asing) dan “goros” (cara pandang), karena teknik ini memerlukan cara pandang yang baru.  Ada lagi yang menduga algoritma dari “algos” (pasir) dan “ritmos” (angka), atau teknik dengan angka-angka yang mampu menghitung obyek sebanyak pasir di pantai.  Ada juga yang menyangka bahwa algoritma adalah judul buku Mesir kuno seperti Almagest karya Ptolomeus.  Demikian puluhan teori muncul, sampai akhirnya pada 1845, Franzose Reinand menemukan kembali al-Khawarizmi dalam algoritma.  Salah satu buktinya adalah bahwa dalam perhitungan aritmetika, selalu dihitung satuan dulu yang ditaruh paling kanan, lalu ke kiri dengan puluhan dan seterusnya.  Sebagaimana huruf Arab ditulis dan dibaca dari kanan ke kiri.


Salah satu halaman di Kitab Al-Khawarizmi.
Pada tahun 773 Masehi, seorang astronom India bernama Kankah mengunjungi al-Mansur.  Lelaki itu membawa buku berjudul Sindhind tentang aritmetika, yang dengannya dia terbukti mampu menghitung bintang dengan sangat baik.  Al-Mansur lalu memerintahkan agar buku itu diterjemahkan ke bahasa Arab, kemudian agar dibuat sebuah pedoman untuk menghitung gerakan-gerakan planet.  Muhammad bin Ibrahim al-Fasari lalu membuat pedoman ini, yang di kalangan astronom kemudian disebut “Sindhind besar”. Belakangan karya ini diedit ulang oleh Al-Khawarizmi.
Dengan karya ini, angka India menjadi populer.  Ketika Khalifah al-Walid I (668 – 715 M) menguasai Spanyol dan segera melarang penggunaan bahasa Yunani atau Latin dalam urusan resmi untuk diganti bahasa Arab, dia masih mengecualikan penggunaan angka Yunani, karena angka ini belum ada penggantinya.  Namun ketika buku al-Fasari dan al-Khawarizmi keluar, dengan segera “angka India” diadopsi tak hanya oleh birokrasi, tetapi juga kalangan pebisnis dan surveyor, bahkan akhirnya oleh ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak mereka. Bagi orang-orang Spanyol, angka yang dibawa oleh para matematikawan Muslim yang berbahasa Arab ini lalu disebut “Angka Arab”.  Matematika akhirnya bisa menjadi cabang ilmu yang ramah keluarga.
Pada masa Yunani kuno, para matematikawan lebih asyik berfilosofi tentang geometri daripada memikirkan aplikasi praktis capaian geometri mereka.  Contoh: mereka telah berhasil menghitung hubungan jari-jari lingkaran dengan keliling lingkaran, yaitu bilangan pi (π).  Karena nilai pi ini saat dihitung “tidak mau selesai”, maka bilangan ini disebut “trancendental”, artinya: hanya Tuhan yang tahu.
Kalau sebuah bidang memotong kerucut dan membentuk suatu bangun geometri (ellips, parabola atau hiperbola) lalu pertanyaannya berapa luas atau keliling bangun tersebut, maka geometri Yunani tak lagi bisa memberi jawaban.  Pada saat yang sama, seni berhitung ala India juga tak pernah dipakai menghitung persoalan serumit ini.  Di sinilah Al-Khawarizmi “mengawinkan” aritmetika dan geometri. Potongan kerucut dengan bidang menghasilkan beberapa unknown (yang nilainya dicari), yang akan ditemukan kalau rumus bidang datar, kerucut dan kemiringan perpotongan disatukan lalu diselesaikan.  Inilah aljabar.
Hitungan ini lalu dipakai untuk membuat berbagai benda teknis yang dipasang di depan masjid hingga di dalam rumah, dari jam matahari hingga wajan penggorengan, dan di zaman modern dari desain bendungan hingga antena TV.  Model hitungan “perpotongan kerucut” ini belakangan dipakai untuk menghitung lintasan peluru manjaniq di medan jihad, dan beberapa ratus tahun kemudian dipakai oleh NASA untuk memprediksikan gerakan pesawat ruang angkasa.

MENCARI ILMU YANG PALING UTAMA

[94] Mencari Ilmu yang Paling Utama PDF Print E-mail
Wednesday, 19 December 2012 10:42
Prof. Dr. Fahmi Amhar
Apakah ilmu yang paling utama untuk dipelajari umat Islam?  Dalam beberapa kali seminar tentang peradaban Islam, di mana disampaikan berbagai prestasi sains dan teknologi umat Islam di masa Khilafah, sering muncul pertanyaan, “apakah itu ilmu-ilmu yang paling utama, yang akan mendekatkan kita kepada Allah?”
Di sisi lain ada fenomena di antara calon mahasiswa (Muslim) yang galau ketika memilih program studi di perguruan tinggi.  Ada di antara mereka yang bertanya, “Ustadz, keahlian apa yang paling utama jika nanti Khilafah tegak kembali, saya ingin mengambil program studi itu saja”.  Sementara itu ada fenomena, sebagian mahasiswa Muslim di universitas favorit -  justru mereka yang berprestasi - telah memilih berhenti kuliah dengan alasan mereka merasa telah “tersesat”, karena belajar ilmu-ilmu “sekuler” (seperti kedokteran atau teknik), sementara ilmu-ilmu yang terkait kebahagiaan dunia dan akhirat (yaitu ilmu-ilmu agama) belum cukup mereka teguk.
Di dunia pendidikan sendiri rupanya, soal ilmu apa yang paling utama diajarkan ke anak didik ini, masih terus diperdebatkan.  Anak-anak sekolah dasar kita tampak kelebihan beban, bahkan dalam arti harfiah.  Di beberapa sekolah dasar Islam, tas ransel yang dibawa siswa SD itu sangat berat.  Untuk pelajaran bahasa saja, mereka harus belajar empat bahasa: Indonesia, Inggris, Arab dan bahasa daerah.  Kementerian Pendidikan bermaksud memangkas sejumlah pelajaran, bahkan termasuk IPA yang akan dimasukkan ke pelajaran Matematika, dan IPS akan dimasukkan ke pelajaran Bahasa Indonesia.
Maka seperti apakah para ulama terdahulu itu mencari ilmu dan mengetahui ilmu yang paling utama itu, sehingga kemudian mereka mampu menguasai sains dan teknologi pada usia yang sangat muda dan sangat produktif menghasilkan kreasi-kreasi baru pada zamannya?
Kita harus melihat bahwa keadaan masyarakat zaman Khilafah masih tegak dengan sekarang sangatlah berbeda.
Pada masa itu, pendidikan masih memiliki visi dan misi yang sangat jelas.  Mereka ingin mencetak generasi hamba Allah yang taat, menjadi umat terbaik untuk dihadirkan ke tengah manusia, dan cakap memberi rahmat ke seluruh alam.  Oleh sebab itu, seluruh pelajaran dan bidang ilmu dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi diarahkan ke sana.
Dari segi prioritas juga sangat jelas: amal yang fardhu ‘ain bagi seseorang, maka mempelajari ilmunya juga fardhu ’ain.  Amal yang fardhu kifayah, ilmunya juga fardhu kifayah.  Amalan sunnah, ilmunya juga sunnah.  Demikian seterusnya untuk yang mubah, makruh dan haram.  Karena itu, belajar cara membuat khamr atau ilmu tenung, hukumnya jelas haram.
Adapun ilmu yang fardhu ‘ain itu cukup banyak.  Ilmu tentang tatacara ibadah mahdhoh (thaharah, shalat, puasa) atau tentang akidah dasar, mengetahui halal-haram sehari-hari, membaca Alquran, bahasa Arab dasar, itu fardhu dipelajari sebelum seseorang baligh. Untuk wanita hamil, adalah fardhu ‘ain belajar soal tatacara merawat dan menyusui bayi.  Orang yang akan diangkat dalam suatu jabatan atau memangku sebuah profesi, maka fardhu ‘ain baginya mempelajari segala sesuatu yang terkait jabatan atau profesi itu.  Tidak bisa diterima orang yang diangkat sebagai sekretaris tapi belum mampu membaca atau menulis.  Atau orang diangkat sebagai kepala daerah tapi buta soal geografi, hukum, seluk beluk birokrasi atau wawasan politik.
Di sisi lain, sebagian besar ilmu sesungguhnya masuk kategori fardhu kifayah.  Ilmu akidah dalam kedalamannya, ilmu fiqih dan ushul fiqih dalam kedalamannya, ilmu tafsir dan hadits, ilmu mengurus jenazah, bahasa dan sastra Arab, dan juga sains dan teknologi dalam kedalamannya, mulai dari teknik membuat sumur hingga merancang pesawat, dari menjahit baju hingga menjahit luka sebagai dokter bedah, adalah ilmu-ilmu yang bila di suatu wilayah tidak cukup jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan umat, maka semua yang belum terlibat masih berdosa.
Oleh sebab itu menjadi jelas, bahwa ilmu yang paling utama untuk diajarkan di pendidikan dasar adalah ilmu-ilmu fardhu ‘ain untuk menyambut akil baligh.  Termasuk yang ditanamkan sejak dini adalah kecintaannya pada ilmu, pada para ilmuwan, dan pada proses pembelajaran.  Wahyu pertama adalah soal membaca, bagian paling penting dalam belajar.
Dan itu pula yang terjadi dengan para ilmuwan di masa lalu.  Nyaris seluruhnya bahkan telah hafal Alquran sebelum 10  tahun. Sedang bahasa Arab telah menjadi bahasa sehari-hari sejak Negara Khilafah melayani daerah kelahirannya. Sedang minat mereka dalam mencari ilmu telah menyala-nyala.  Sebagian mereka bahkan sudah menuntaskan ilmu fardhu ‘ain-nya jauh sebelum baligh (yang paling lambat usia 15 tahun), sehingga mereka sudah bisa fokus pada berbagai ilmu fardhu kifayah yang dibutuhkan umat.
Maka bisa dipahami bahwa tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina (980-1037), al-Idrisi (1100–1165), Ibn Battutah (1305-1368) dan Mimar Sinan (1489-1588), itu jumlahnya saat itu tidak sedikit.
Ibnu Sina di usia 10 sudah hafal Alquran dan kitab-kitab kuno.  Setelah ia menamatkan fiqih pada seorang faqih dan aritmatika pada seorang pedagang, ayahnya memanggil Abu Abdullah an-Natsibi, yang terkenal sebagai filosof dan matematikawan.  Tapi tak lama kemudian terbukti sang murid lebih pandai dari gurunya.  Baru saja gurunya mengajari 5-6 gambar dari kitab geometri karya Euklides, Ibnu Sina melanjutkan sendiri dengan bantuan kitab syarah.  Selesai kitab Euklid, dia teruskan dengan Almagest dari Ptolomeus, yakni kitab astronomi termasyhur saat itu.  Itupun tidak lama.  Dia kemudian pindah ke fisika, lalu di bawah bimbingan Isa bin Yahya al Masihi, ke kedokteran.  Dia diminta membaca buku yang tersulit.  Belakangan dia katakan kedokteran tidak sulit, karena dia hanya butuh waktu singkat.  Saat menamatkan semua ini, usianya baru 16!  Maka Sultan memanggilnya untuk menjadi ilmuwan istana.  Dia menambah ilmunya lagi dengan belajar di perpustakaan sultan dan di rumah sakit.  Di usia 18, dia benar-benar menamatkan semua yang dapat dipelajarinya.
Al-Idrisi pada usia muda dia sudah gemar bepergian ke tempat-tempat yang jauh, ke Eropa, Asia dan Afrika, untuk mengumpulkan sendiri data dan fakta geografi.  Walhasil, pada usia di bawah 30 tahun, dia sudah menulis kitab geografi berjudul “Nuzhat al Mushtaq fi Ikhtiraq al-Afat” (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini berpengaruh di Barat sehingga diterjemahkan menjadi  “Geographia Nubiensis”.
Sedang Ibn Battutah adalah ulama, qadhi, penjelajah dan geografer. Hingga wafatnya dia telah melawat sejauh 117.000 km, meliputi seluruh dunia Islam yang telah dikenal dan selebihnya, sejak dari Afrika Barat, Afrika Utara, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia Tengah, hingga Cina.  Total 44 negara modern telah dia jelajahi, jauh melampaui penjelajah paling top hingga saat itu yaitu Marco Polo.  Dan dia memulainya pada usia 20 tahun!
Kemudian Mimar Sinan, arsitek Daulah Utsmaniyah ketika wafat pada usia hampir 100 tahun, ternyata telah membangun 94 masjid besar, 52 masjid kecil, 57 sekolah tinggi, 48 pemandian umum (hamam), 35 istana, 20 rest area (caravanserai), 17 dapur umum (imaret), 8 jembatan besar, 8 gudang logistik (granisaries), 7 sekolah Alquran, 6 saluran air (aquaduct), dan 3 rumah sakit.
Orang-orang ini telah berhasil mempelajari ilmu dari yang paling utama, di negeri yang menerapkan politik yang utama.